DETIK TERAKHIR
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Seketika kamu diam, aku yang perlahan menggenggam tangganmu “apa
yang terjadi? Kenapa kau diam?”, tanya ku pada kekasih tercinta yang
mendadak bisu-
“tidak, aku....aku hanya merasa.....”, kamu terdiam kembali.
Sumpah demi apa yang merasuki jiwamu hingga kamu terdiam bisu seperti patung dihadapku.
Aku semakin kuat menggenggam tanganmu “hambar percakapan kita”cetusmu tajam namun tidak menatap mataku.
“kamu adalah satu-satu nya wanita yang aku cintai melebihi diriku
sendiri. Tapi mengapa kamu jahat berani tak menatapku?”, aku yang masih
menggenggam erat tanggannya dengan wajah tersedu.
“sungguh bukan maksudku”, perkataanmumakin buat ku resah, penuh tanya, ingin tau.....
Sunset yang indah mulai hilang tak tertampak lagi. Dan kita masih saling berpegang tangan.
“aku sayang kamu, aku.....”, kamu melepas genggamanku yanglangsung
memelukku ditemani suara deru air laut sepanjang pantai. Spontan aku
memelukmu balik.
“maaf aku tidak bisa menjadi seseorang yang akan kamu lihat dihari
tuamu kelak”, baju ini basah, ku kira hujan, ternyata ini adalah
tangisanmu.
-Aku melepaskan pelukan ditubuhmu, disaat kamu masih erat memeluk jiwaku-
“aku benar-benar minta maaf sama kamu. Sungguh ini bukan kemauanku.
Ini takdirku...takdir kita !!!!”, kamu perlahan melepas peluk hangat
itu.
“takdir??? Sejak kapan kamu mengerti takdir??? Memahami peristiwa
ini. Apa kamu TUHAN?? Malaikat??? Atau bahkan Iblis ??!!! aku tetap
tidak mengerti”, aku meninggikan suara.
-Terdengar suara tangismu yang tiba-tiba tersendak. Apa itu karena bentakkanku tadi...
imposible !!!
tidak cukupkah kamu tahan selama berhubungan denganku selama ini???
Yang pasti kamu tau sifat ku sangat keras. Dan aku pun sangat tidak bisa
mengontrol emosi ku-
“jangan perlakukanku seakan-akan aku bersalah Rio. Kamu tidak
mengerti !!! Please, kamu harus terima ini. Belajarlah menerima sesuatu
yang pahit!!!”, kamu berceramah,
^hahaha^ aku tertawa
“sejak kapan kamu menjadi sedewasa ini? Belajar dari siapa? Dari
mana? Aku??? Ku rasa bukan”, aku masih tertawa kecil sambil membalikkan
badan membelakangi Reni.
-Didalam kepala ku kini, banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan
padamu. Pertanyaan yang mungkin tidak kamu jawab sepenuhnya. Jenuh....
kaki ini melangkah jauh menjauhi Reni-
“Rio..??? kamu mau kemana???”, masih jelas terdengar kalau kamu masih
sangat mencintaiku Reni. Suara mu memanggil namaku penuh tulus nya
cinta. Tapi kenapa kamu lakukan ini padaku, memutuskan hubungan tanpa
sebab yang tak ku mengerti pastinya. Aku BODOH sangat melebihi dari
bodoh. Terima begitu saja diputuskan sama kamu.
“kejar Ren, kejar....”, hati kecil masih bicara saat ku menjauhi mu. Jangan diam saja Ren, ku mohon.
-Terima kasih untuk kamu yang terdiam disana. Terima kasih untuk
waktu yang singkat ini. Terima kasih untuk moment yang special ini.
Moment terromantis yang aku rasakan bersamamu kasih-
-“aku pikir kamu sudah cukup dewasa Rio, menerima segala kondisi aku
tentang hubungan kita. Aku salah. Aku menyesal, aku minta maaf. Aku tau
kamu tidak mungkin memaafkanku. Aku terima itu”,-
-Selangkah pun aku tidak berhenti. Berbalik arah apalagi. Kamu
benar-benar telah merubah hariku. Tak ada lagi senyum. Aku berjalan
lambat, mungkin sudah 23 ku langkah kan kaki. Tiba-tiba *
bruugggg* aku terjatuh dan kepala ini terbentur batu (>
sakit
-Ku lihat dirimu terbaring lemah tak berdaya untuk bangun. Wajah
kulit putih mu pun terbanjiri merah nya darah yang mengalir dari luka
akibar tertabrak mobil. Aku menghampiri kamu, “Reni......Ren bangun ren
bangun”, aku membaringkan tubuh lesuh mu di atas pangkuanku sambil
menggenggam kembali tanganmu (kanan). Aku tak bisa bohongi diriku
sendiri, aku menangis pilu :’( “ren jangan pergi ren, tolong jangan
tinggalin aku dengan keadaan mu yang seperti ini. Penuh dengan luka dan
......”, aku memeluk mu-
“Rio maafin aku”, kamu seraya meraih wajahku menghapus air mataku.
“tidak, tidak ren”, aku tetap menangis
“aku mohon ini mungkin permintaan terakhir aku, apa kamu tega aku
menahan rasa sakit ku ini lebih lama lagi?”, tak bisa berkata-kata
melihat keadaanmu “kamu tidak akan pergi, kamu harus temenin aku”,--
“aku mohon Rio, maafin aku. Aku harus pergi rio”, semakin kuat aku
menggenggam tanganmu, ”Jika aku boleh memilih aku ikhlas menukar jiwa ku
dengan jiwa mu. Menukar rasa sakit itu”, tanganmu terjatuh tak lagi
memengang wajahku.
“Reni......mungkin kamu memang bukan yang terakhir di hidupku, tapi
kamu adalah yang terakhir di hatiku. Terima kasih atas waktu yang kamu
beri untuk hariku. Terima kasih karena aku telah mencinta dan cintaimu”.
^sory yah kalo ada kesamaan cerita sama yg udah dibuat^
@tamitaminia
tamitaminia@blogspot.net